Untuk
bisa mendapatkan kebenaran, aku melakukan serangkaian penyelidikan layaknya
seorang ilmuwan mencari pembuktian suatu teori yang telah ada. Mulai dari
menyelidiki orang-orang yang sering berada di belakangku ketika berjalan,
mengamati ekspresi mereka juga dan sedikit mencari tahu identitas Yuri. Mungkin
tak seharusnya aku memanggilnya Yuri karena kemarin dia duduk dengan mahasiswa
angkatan lama. Bisa jadi dia adalah kakak kelasku. Tapi entahlah.
Saking
sibuknya aku mengurusi penyelidikan ini, aku sampai lupa kalau aku harus jadi
wasit di acara perlombaan jurusan. Anehnya di arena perlombaan itu, rasa tak
nyaman itu mulai mengelayuti dan aku menemukan sosok kak Yuri di sana. Aku
hampir membuat mata kami bertemu lagi. Aku pun berhasil menghindarinya. Namun
aku tahu kalau dia terus menerus memperhatikanku alias memata-mataiku. Oh
Tuhan, benarkah dia “spy” itu? Lalu apa maksudnya dia melakukan itu?
Prasangkaku itu memenuhi otakku dan membuatku susah tidur karena memikirkannya.
Tak
hanya itu yang membuatku susah tidur. Tugas selanjutnya di acara penutupan
lomba jurusan juga membuatku susah tidur. Aku harus jadi MC yang bisa
memeriahkan acara itu. Bisakah aku? Bagaimana kalau suaraku jelek saat di
mikrofon? Atau bagaimana kalau aku tidak bisa memeriahkan acara dan justru
membuat acaranya garing? Ah….Eotteokhae. Lihat sajalah nanti. Yang penting sekarang
aku harus berdandan rapi ala MC agar menimbulkan kesan yang menyenangkan pada
acara nanti. Tanpa ragu, aku mengambil ‘fresly-pressed shirt’ berwarna merah
dan memakainya. Dan aku sangat berharap rasa tak nyaman yang akhir-akhir ini
mulai kubenci tak mendekap jantungku saat aku bertugas. Dengan kata lain aku
sangat berharap ‘spy’ atau kak Yuri tak muncul dalam acara ini.
Sebelum
acara mulai, aku sempat mencari-cari kak Yuri. Entah mengapa aku ingin tahu
apakah dia datang atau tidak. Dalam kesempatan ini, aku dapat menguji
hipotesisku. Ada dua hipotesis. Jika kak Yuri datang dan rasa tak nyaman itu
datang juga maka kak Yuri benar-benar ‘Spy’ itu. Tapi jika kak Yuri datang dan
rasa itu tak muncul berarti kak Yuri bukan ‘Spy’. Manakah yang akan terjadi?
Aku hanya berharap yang terbaik.
Di
saat acara mulai, di saat aku meraih mikrofon untuk memperbesar suaraku, rasa
tak nyaman itu kembali mengelayuti tubuhku. Oh Tuhan……Save Me! Dan saat aku
membalikkan badanku menghadap penonton, saat itulah aku menemukan kak Yuri di
sana. Dengan pakaian berwarna coklat pastel, membuat wajahnya hampir mirip
dengan teman-teman perempuan yang seumuran denganku. “Ah….Fokus Kyota!” aku
harus bisa membuat tubuhku nyaman dan yang paling penting membuat acara ini
semeriah mungkin. Oh… Kak Yuri berhentilah menatapku. Kenapa kau melakukan ini
padaku? Rasa tak nyaman karena tatapanmu itu membuatku sakit. Dan yang bisa
kulakukan hanya mengalihkan pandangan mata ini agar tak memandangmu. Namun saat
pemutaran video, lampu dimatikan dan pandangannya tertuju pada layar video, aku
menyempatkan mataku untuk melihat wajah kak Yuri. Entahlah, apa yang terlintas di
otakku saat melihatnya. Akhirnya acara pun selesai dan berjalan lancar.
Keesokan
harinya merupakan hari yang sangat sibuk bagiku. Kenapa? Ibuku melahirkan.
Akhirnya setelah penantian yang cukup lama, aku punya adik perempuan kecil yang
lucu. Ayah dan ibu memberinya nama yang tidak jauh dari namaku, Kyori. Walaupun
sekarang Kyori hanya bisa menggeliat dan menangis, aku berjanji akan selalu
melindungimu, adikku. Rasa senang yang meluap-luap ini membuatku ingin
meng-‘upload’ foto adikku ke jejaring sosial facebook. Tak lama berselang, ada seseorang yang mengomentari foto
itu. “Omedetto! Anata no imoutou-san wa kawai desu.” Aku sempat kaget karena
komentarnya berbahasa jepang. Aku kira orang ini berkebangsaan jepang. Aku pun tak ragu untuk melihat profil facebook-nya yang ternyata membuatku
lebih tercengang. Oh…..Kak Yuri. Tanpa berpikir dua kali, aku membalas
komentarnya dengan “Arigatou gozaimasu” padahal sebenarnya aku tidak mengerti
arti kalimat setelah omedetto itu. Mudah-mudahan
balasanku ini dapat membuatnya tersenyum juga seperti senyumku saat ini.
Tiba-tiba
dinding chatku muncul. Siapa yang mengajakku mengobrol di kala senja begini?
Nama facebook kak Yuri pun tertera di sana. Dia memintaku
untuk membaca cerpen di alamat blog yang dia berikan saat itu dan meninggalkan
komentar. Karena aku juga sedang tidak melakukan apapun, tak ada salahnya aku
juga membacanya. Ada dua part dalam
cerita yang berjudul “Love is Simple” itu. Cerita itu bercerita tentang seseorang
yang mengagumi adik kelasnya bernama, Kira.
Tapi menurutku rasa kagum itu berubah menjadi rasa cinta karena kontak mata
antara dua tokoh itu. Bagian yang paling aku suka adalah ending yang tak dapat ditebak. “Mata
kami bertemu sekali lagi”. Keren!
Aku
tak lupa mengomentari cerpen itu pada dinding chat kami. “Akhir yang tak bisa ditebak.” Aku menulis
itu. Kemudian kak Yuri menanyakan padaku siapa Kira itu. Tentu saja aku tidak tahu. Aku pun bertanya kembali
apakah itu kisah nyata. Namun kak Yuri mengatakan jikalau hal itu rahasia dan
menuliskan ucapan terima kasihnya padaku dengan gaya bahasa jepangnya yang
membuatku kaget setengah mati, “Arigatou Gozaimasu, Kira!”
Aku
hanya bisa diam terpaku di depan layar chat itu.
END